A. PENDAHULUAN
Menjadi seorang pemimpin bukan sebuah hal yang mudah seperti mudahnya membalikkan
telapak tangan, akan tetapi menjadi seorang pemimpin membutuhkan kejelian,
membutuhkan kecerdasan, membutuhkan ilmu, kecakapan serta banyak lagi yang
dibutuhkan oleh seseorang jika dirinya menginginkan menjadi seorang pemimpin.
Tidak diragukan lagi bahwa di dalam Islam laki-laki merupakan pemimpin
bagi wanita, sehingga sudah sepatutnya di dalam Islam jika kalau di dalam
kepemimpinan keluarga saja diberikan kepada seorang laki-laki, bagaimana dengan
kepemimpinan suatu negara?.
Oleh karena itu menjadi sebuah pertanyaan yang kiranya perlu dibahas
adalah bagaimana jika seorang wanita menjadi pemimpin?. Dari pembahasan
makalah ini akan kami sebutkan beberapa hadist yang berkaitan dengan hal
tersebut sebagaimana
yang akan diuraikan dalam makalah ini.
- RUMUSAN MASALAH
1.
Hadits apa yang berkaitan dengan kepemimpinan
perempuan?
2.
Bagaimana Takhrij Hadist Kepemimpinan Perempuan?
3.
Bagaimana Asbabul Wurud dari hadits tersebut?
4.
Bagaimana Isi Kandungan Hadist Kepemimpinan Perempuan?
- PEMBAHASAN
1.
Hadits Larangan Kepemimpinan
Perempuan
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا
عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّه
بِكَلِمَةٍ سمعتها من رسول لله صلي الله
عليه وسلم أَيَّامَ الْجَمَلِ لَمَّا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّ اهل فَارِس قد مَلَّكُوا عليهم بنت كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَة (رواه البخاري)[1]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Utsman
bin Al Haitsam telah menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Abu Bakroh
mengatakan : Allah memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang aku
dengar dari Rasulullah SAW pada hari perang jamal, setelah aku hampir
membenarkan mereka Ashabul Jamal dan berperang bersama mereka, ketika sampai
kabar kepada Rasulullah SAW bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai
pemimpin, beliau bersabda: Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan
urusan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita. " ( HR. Al Bukhori
)
2. Takhrij Hadits
Hadist-hadist
yang senada antara lain:
صحيح البخاري
Kitab
Fitan
7099
- حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الهَيْثَمِ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنِ
الحَسَنِ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، قَالَ: لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ
أَيَّامَ الجَمَلِ، لَمَّا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ فَارِسًا مَلَّكُوا ابْنَةَ كِسْرَى قَالَ: «لَنْ
يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً» (ج
9,ص 55)
Kitab Maghozi
4425- حَدَّثَنَا عُثْمَانُ
بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ
نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا
بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ
مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
سنن الترمذى
Kitab
Fitan
2262-
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدُ
بْنُ الحَارِثِ قَالَ: حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ، عَنْ الحَسَنِ، عَنْ أَبِي
بَكْرَةَ قَالَ: عَصَمَنِي اللَّهُ بِشَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا هَلَكَ كِسْرَى، قَالَ: «مَنْ
اسْتَخْلَفُوا؟» قَالُوا: ابْنَتَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: « لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ
وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً »،
قَالَ:
فَلَمَّا قَدِمَتْ عَائِشَةُ يَعْنِي البَصْرَةَ ذَكَرْتُ قَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَعَصَمَنِي اللَّهُ بِهِ: هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ (ج
4,ص 527)
سنن النسائى
Kitab
Qudhot
5388-
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدُ
بْنُ الْحَارِثِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي
بَكْرَةَ قَالَ: عَصَمَنِي اللَّهُ بِشَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا هَلَكَ كِسْرَى قَالَ: «مَنِ
اسْتَخْلَفُوا؟» قَالُوا: بِنْتَهُ، قَالَ: «لَنْ
يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً» (ج 8 , ص227 )
مسند احمد
20402- حَدَّثَنَا
يَحْيَى، عَنْ عُيَيْنَةَ، أَخْبَرَنِي أَبِي، عَنْ أَبِي بَكَرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَنْ
يُفْلِحَ قَوْمٌ أَسْنَدُوا أَمْرَهُمْ إِلَى امْرَأَةٍ» ( ج
34, ص 43 )
مسند احمد
20474- حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا عُيَيْنَةُ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي
بَكَرَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
" لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ أَسْنَدُوا أَمْرَهُمْ إِلَى امْرَأَةٍ (ج
34, ص 120)
مسند احمد
20157-
حَدَّثَنَا هَاشِمٌ حَدَّثَنَا مُبَارَكٌ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ
أَبِي بَكَرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ تَمْلِكُهُمْ امْرَأَةٌ» (ج
34 , ص 149 )
مسند الترمدى
Kitab Fitan
2183- حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا
حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ عَصَمَنِي اللَّهُ
بِشَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا هَلَكَ كِسْرَى قَالَ مَنْ
اسْتَخْلَفُوا قَالُوا ابْنَتَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا
أَمْرَهُمْ امْرَأَةً قَالَ فَلَمَّا قَدِمَتْ عَائِشَةُ يَعْنِي
الْبَصْرَةَ ذَكَرْتُ قَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَعَصَمَنِي اللَّهُ بِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
![]() |



































الترمذى النسائي
Dari
ketiga jalur sanad tersebut, semuanya bertemu pada “al-Hasan” yang menerima
hadist dari Abu Bakrah. Berdasarkan sedikit pemaparan tentang para rowi di
atas, dapat disimpulkan bahwa mata rantai sanad
empat jalur (al-Bukhori, an-Nasai, at-Turmudzi, dan Imam Ahmad) adalah
ittishol atau sambung.
Hal ini dibuktikan dengan penggunaan rowi dengan rowi
selanjutnya (حدثنا أخبرنا عن), Adanya hubungan guru murid antar rowi, serta
positifnya penilaian para ulama terhadap para rowi. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa hadist ini dari segi sanad bernilai shohih.
3.
Asbab al-Wurud Hadist
Da’wah Islamiyah yang dilakukan Rosulullah ke berbagai
daerah dan negara di antaranya dilakukan dengan mengirimkan surat kepada
pembesar-pembesar kerajaan. Salah satu kerajaan yang mendapatkan surat dari
Nabi adalah Kisra Persia. Berikut kisahnya: ”Rosulullah mengutus ’Abdullah bin
Hudzafah as-Sami untuk mengirimkan surat kepada pembesar Bahrain. Setelah itu
pembesar Bahrain menyampaikan surat tersebut kepada Kisra. Setelah membaca
surat dari Rosulullah, ia menolak dan bahkan menyobek-nyobek surat Rosul.
Peristiwa ini didengar Rosulullah, kemudian beliau bersabda: ”Siapa saja yang
telah merobek-robek surat saya, dirobek-robek (diri dan kerajaan) orang itu”.
Selang beberapa waktu kemudian, terjadi suksesi dan
pertumpahan darah yang menyebabkan kematian sang raja. Kerajaan tersebut
mengalami kekacauan selama kurang lebih tiga tahun. Pada akhirnya, diangkatlah
Buwaran binti Syairawaih bi Kisra (cucu Kisra) sebagai ratu karena ayah dan
saudara laki-lakinya terbunuh dalam peristiwa tersebut. Hal ini terjadi sekitar
tahun 9 H. Mendengar hal ini, Rosulullah bersabda : ”Tidak akan beruntung suatu
kaum yang diperintah perempuan”.
4.
KANDUNGAN
HADITS
Hadits tersebut
menjelaskan, bahwa suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang
wanita, tidak akan mendapatkan keberuntungan. Padahal, meraih sebuah keberuntungan
dan menghindarkan diri dari kesusahan adalah sebuah anjuran. Dari sini, Ulama
berkesimpulan bahwa wanita tidak diperkenankan menduduki tampuk kekuasaan
tertinggi dalam suatu Negara. Ketentuan semacam ini, menurut al-Qâdhi Abû Bakr
ibn al-’Arabiy merupakan konsensus para ulama.
Sedangkan untuk
kekuasaan yang cakupannya lebih terbatas, semisal pemimpin daerah, keabsahan
kepemimpinan wanita masih menjadi perdebatan para ulama. Perbedaan ini,
dilatarbelakangi adanya perbedaan sudut pandang dalam menilai kepemimpinan
semacam ini, apakah termasuk bagian dari kekuasaan, persaksian, ataukah fatwa.
Imam Ahmad, Imam Malik,
dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita tidak berhak menjadi pemimpin, meski
dalam lingkup yang lebih terbatas. Sebab, bagaimanapun juga, menjadi pemimpin,
baik dengan kekuasaan luas maupun terbatas, pada hakikatnya sama. Yang
membedakan hanyalah wilayah kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh
jelas-jelas melarang seorang wanita menjadi pemimpin. Sedangkan Abu Hanifah seorang
perempuan dibolehkan menjadi hakim, tetapi tidak boleh menjadi hakim dalam
perkara pidana.[2]
Imam Al Baghowi
berpendapat bahwa seorang perempuan tidak patut menjadi imam,kepala negara dan
qodli. Dengan alasan seorang imam wajib baginya keluar dari istana untuk mengatur dan melaksanakan jihad.
Sedangkan qodli harus keluar rumah dalam memutuskan perkara. Padahal dalam hal
ini perempuan dianggap aurot yang mana pekerjaan semacam itu tidak
pas,layak dan patut baginya karena perempuan lemah dalam beberapa pekerjaan.[3]
Adapun Ibnu jarir At-tobari membolehkan wanita menjadi
pemimpin secara mutlak.[4]
Begitu juga Yusuf Al-Qordhawi memperbolehkan wanita dalam berpolitik. Beliau
menjelaskankan bahwa penafsiran terhadap surat an-nisa ayat 34 bahwa laki-laki
adalah pemimpin bagi wanita dalam lingkup keluarga atau rumah tangga. Jika
ditinjau tafsir surat An-Nisa ayat 34 bahwa laki-laki adalah pemimpin wanita,
bertindak sebagai orang dewasa terhadapnya, yang menguasainya, dan pendidiknya
tatkala dia melakukan penyimpangan. “Karena Allah telah mengunggulkan sebagian
mereka atas sebagian yang lain. Yakni, karena kaum laki-laki itu lebih unggul
dan lebih baik daripada wanita. Oleh karena itu kenabian hanya diberikan kepada
kaum laki-laki.[5]
Banyak dalil yang dikemukakan para penentang hak
perempuan, diantaranya adalah hadist di
atas. Mereka memahami hadist tersebut secara tekstual dan menegaskan bahwa
pengangkatan perempuan sebagai kepala negara dan berbagai jabatan politisi
lainnya adalah dilarang. Sepert halnya al-Khottobi yang mengatakan bahwa
seorang perempuan tidak sah menjadi kholifah. dalih ini juga diperkuat dengan ayat- al-Qur’an Q.s.
al-Ahzab: 33
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّه لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ
وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرا
Artinya “Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya (QS. Al-Ahzab ayat 33).
Tapi banyak pula yang tidak sependapat antara lain, Dr.
Muhammad Sayid Thanthawi, Syaikh Al-Azhar dan Mufti Besar Mesir,[6]
menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam posisi jabatan apapun tidak
bertentangan dengan syariah. Baik sebagai kepala negara (al-wilayah al-udzma)
maupun posisi jabatan di bawahnya. Dalam fatwanya yang dikutip majalah Ad-Din
wal Hayat, Tantawi menegaskan:
ان تولي المرأة رئاسة الدولة لا يخالف الشريعة الإسلامية
لأن القرآن الكريم أشاد بتولي المرأة لهذا المنصب في الآيات التي ذكرها المولى عز
وجل عن ملكة سبأ وأنه إذا كان ذلك يخالف الشريعة الإسلامية لبين القرآن الكريم ذلك
في هذه القصة وحول نص حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم : (لم يفلح قوم ولو أمرهم
امرأة )، قال طنطاوي ان هذا الحديث خاص بواقعة معينة وهي دولة الفرس ولم يذكره
الرسول صلى الله عليه وسلم على سبيل التعميم.: فللمرأة أن تتولى رئاسة الدولة
والقاضية والوزيرة والسفيرة وان تصبح عضوا في المجالس التشريعية إلا أنه لا يجوز
لها مطلقا أن تتولى منصب شيخ الأزهر لأن هذا المنصب خاص بالرجال فقط لأنه يحتم على
صاحبه إمامة المسلمين للصلاة وهذا لا يجوز شرعا للمرأة.)
Wanita yang menduduki posisi jabatan kepala negara
tidaklah bertentangan dengan syariah karena Al-Quran memuji wanita yang
menempati posisi ini dalam sejumlah ayat tentang Ratu Balqis dari Saba. Dan
bahwasanya apabila hal itu bertentangan dengan syariah, maka niscaya Al-Quran
akan menjelaskan hal tersebut dalam kisah ini. Adapun tentang sabda Nabi bahwa
“Suatu kaum tidak akan berjaya apabila diperintah oleh wanita” Tantawi berkata:
bahwa hadits ini khusus untuk peristiwa tertentu yakni kerajaan Farsi dan Nabi
tidak menyebutnya secara umum. Oleh karena itu, maka wanita boleh menduduki
jabatan sebagai kepala negara, hakim, menteri, duta besar, dan menjadi anggota
lembaga legislatif. Hanya saja perempuan tidak boleh menduduki jabatan Syaikh
Al-Azhar karena jabatan ini khusus bagi laki-laki saja karena ia berkewajiban
menjadi imam shalat yang secara syariah tidak boleh bagi wanita.
Pendapat ini disetujui oleh Yusuf Qardhawi. Ia
menegaskan bahwa perempuan berhak menduduki jabatan kepala negara (riasah
daulah), mufti, anggota parlemen, hak memilih dan dipilih atau posisi apapun
dalam pemerintahan ataupun bekerja di sektor swasta karena sikap Islam dalam
soal ini jelas bahwa wanita itu memiliki kemampuan sempurna (tamam al ahliyah).[7]
Menurut Qaradawi tidak ada satupun nash Quran dan hadits yang melarang wanita untuk menduduki jabatan
apapun dalam pemerintahan. Namun, ia mengingatkan bahwa wanita yang bekerja di
luar rumah harus mengikuti aturan yang telah ditentukan syariah seperti a)
tidak boleh ada khalwat (berduaan dalam ruangan tertutup) dengan lawan jenis
bukan mahram, 2) tidak boleh melupakan tugas utamanya sebagai seorang ibu yang
mendidik anak-anaknya, dan 3) harus tetap menjaga perilaku islami dalam
berpakaian, berkata, berperilaku, dan lain-lain.
Ali Jumah
Muhammad Abdul Wahab, mufti Mesir saat ini, termasuk di antara ulama
berpengaruh yang membolehkan wanita menjadi kepala negara dan jabatan tinggi apapun
seperti hakim, menteri, anggota DPR, dan lain-lain. Namun, ia sepakat dengan
Yusuf Qardhawi bahwa kedudukan Al-Imamah Al-Udzma yang membawahi seluruh umat
Islam dunia harus dipegang oleh laki-laki karena salah satu tugasnya adalah
menjadi imam shalat.[8]
Ali Jumah menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam
berbagai posisi sudah sering terjadi dalam sejarah Islam. Tak kurang dari 90
perempuan yang pernah menjabat sebagai hakim dan kepala daerah terutama di era
Khilafah Utsmaniyah. Bagi Jumah, keputusan wanita untuk menempati jabatan
publik adalah keputusan pribadi antara dirinya dan suaminya.
Syarat
Perempuan Bekerja di Luar Rumah
Bolehnya
perempuan menduduki posisi penting di lembaga pemerintahan – dari kepala negara
sampai ketua RT– maupun di sektor swasta bukan tanpa syarat. Islam membuat
aturan-aturan yang harus ditaati atas setiap langkah yang dilakukan oleh setiap
muslim dan muslimah. Dalam hal ini, Qardawi menyatakan ada tiga syarat yang
harus dipenuhi wanita yang bekerja di luar rumah:
أولاً أن يكون العمل مشروعًا، فلا يجوز أن تعمل المرأة
في عمل غير مشروع، كما لا يجوز للرجل أن يعمل في عمل غير مشروع، ولكن توجد أشياء
تجوز للرجل ولا تجوز للمرأة، فلا يجوز أن تعمل راقصة مثلاً، ولا يجوز أن تعمل
سكرتيرة خاصة لرجل يغلق عليها مكتب، وتضاء لمبة حمراء؛ فلا يجوز الدخول، لأن خلوة
المرأة بالرجل بلا زوج ولا محرم، محرمة بيقين وبالإجماع.
الأمر الثاني: هو ألا يكون هذا العمل منافيًا لوظيفتها
الأساسية في مملكتها الأساسية كما تقول، فعملها الأول أنها زوجة تؤدي حقوق
الزوجية، وأم تؤدي حقوق الأولاد، فإذا كان هذا العمل سيتعارض تمامًا مع ذلك، فهذا
لا يقبل بحال.
الأمر الثالث: أن تلتزم بالآداب الإسلامية، مثل آداب
الخروج واللبس والمشي والكلام والحركة، فلا يجوز أن تخرج متبرجة، ولا يجوز أن تخرج
متعطرة ليشم الرجال ريحها، ولا يجوز أن تمشي كما قال تعالى: (ولايضربن بأرجلهن
ليعلم ما يخفين من زينتهن) أي تلبس حذاء بكعب عال وتضرب به في الأرض كأنها تقول
للناس: “خذوا بالكم”، كما لا يجوز الكلام إلا بالمعروف (ولا تخضعن بالقول فيطمع
الذي في قلبه مرض وقلنا قولًا معروفًا) فهذه آداب يجب أن تراعيها إذا قامت بعملها
هذا.
Pertama,
pekerjaan itu tidak dilarang syariah. Wanita tidak boleh melakukan pekerjaan
yang dilarang syariah sebagaimana hal itu tidak boleh bagi laki-laki. Akan
tetapi ada juga jenis pekerjaan yang boleh bagi laki-laki tapi tidak boleh bagi
perempuan. Misalnya, wanita tidak boleh menjadi penari, atau sekretaris pribadi
bagi laki-laki yang berada di dalam kamar tertutup. Karena wanita yang khalwat
[berduaan dalam ruangan tertutup] dengan lelaki lain tanpa ditemani suami atau
mahram adalah haram secara pasti menurut ijmak ulama.
Kedua, pekerjaan
yang dilakukan hendaknya tidak meniadakan tugas wanita yang utama yaitu sebagai
istri dengan melaksanakan hak-hak rumah tangga dan sebagai ibu dalam memenuhi
hak-hak anak. Sekiranya pekerjaan tersebut akan mengganggu tugas-tugas
utamanya, maka itu tidak bisa diterima.
Ketiga, berpegang teguh pada etika Islam. Seperti tata
cara keluar rumah, berpakaian, berjalan, berbicara, dan menjaga gerak-geriknya.
Oleh karena itu, wanita tidak boleh keluar tanpa mengenakan busana muslim, atau
memakai parfum supaya wanginya tercium laki-laki. Dan tidak boleh berjalan
dengan gaya jalan seperti yang digambarkan Allah dalam QS An-Nur 24:31 “Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan.”[34] Sebagaimana tidak dibolehkan berbicara kecuali untuk kebaikan
seperti disebut dalam QS Al-Ahzab 33:32 “Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik Inilah etika prinsip yang harus dijaga oleh wanita
yang bekerja di luar rumah.)[9]
Pandangan beberapa ulama` tentang wanita
menjadi pemimpin
a.
Ulama` yang tidak
membolehkannya
Alasan
Pertama: Pemimpin wanita pasti merugikan , seperti hadist dari abi bakroh قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَة
Alasan
Kedua: Wanita kurang akal dan agama
Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda,
عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ
إِحْدَاكُنَّ مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ
“Tidaklah aku pernah melihat
orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menggoyangkan laki-laki yang
teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.” (HR. Bukhari no. 304)
Adapun makna hadits
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam:
ما رأيت من ناقصات عقل ودين أغلب للب الرجل الحازم من إحداكن فقيل يا رسول لله ما نقصان
عقلها ؟ قال أليست شهادة المرأتين بشهادة رجل ؟ قيل يا رسول الله ما نقصان دينها ؟
قالأ ليست
إذا حاضت لم تصل ولم تصم ؟
“Tidaklah aku pernah melihat
orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menggoyangkan laki-laki yang
teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.” Lalu ada yang
menanyakan kepada Rasulullah, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud kurang
akalnya?” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam pun menjawab, ”Bukankah
persaksian dua wanita sama dengan satu pria?” Ada yang menanyakan lagi, ”Wahai
Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang agamanya?” Beliau shallallahu
’alaihi wa sallam pun menjawab, ”Bukankah ketika seorang wanita mengalami
haidh, dia tidak dapat melaksanakan shalat dan tidak dapat berpuasa?” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Alasan
Ketiga: Wanita ketika shalat berjama’ah menduduki shaf paling belakang
Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shof untuk
laki-laki adalah paling depan sedangkan paling jeleknya adalah paling belakang,
dan sebaik-baik shof untuk wanita adalah paling belakang sedangkan paling
jeleknya adalah paling depan.” (HR. Muslim no. 440)
Alasan
Keempat: Wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri, tetapi harus dengan wali
Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda, لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ
Alasan
Kelima: Wanita menurut tabiatnya cenderung pada kerusakan
Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda,
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ
أَعْوَجَ شَىْءٍ
فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
خَيْرًا
“Bersikaplah yang baik
terhadap wanita karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Bagian
yang paling bengkok dari tulang rusuk tersebut adalah bagian atasnya. Jika
engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk tadi, maka dia akan patah. Namun,
jika kamu membiarkan wanita, ia akan selalu bengkok, maka bersikaplah yang baik
terhadap wanita.” (HR. Bukhari no. 5184)
Alasan Keenam: Wanita mengalami haidh, hamil, melahirkan, dan
menyusui
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath
Tholaq : 4)
Jika datang waktu seperti ini, maka di mana tanggung jawab wanita sebagai
pemimpin?
Ulama` yang membolehkannya
Alasan ke 1 Tidak ada ayat yang secara tegas melarang wanita
menjadi pemimpin
Analisis : Pola kalimat dalam al-Qur’an dalam menetapkan suatu larangan
ada kalanya dalam bentuk fiil nahi (larangan) atau fiil nafi (pembatalan umum)
atau berupa kalimat berita tetapi maksudnya mengandung larangan. Mengenai
larangan dan pembatalan hal ini telah kita fahami bersama, adapun contoh
mengenai pengabaran yang bersifat larangan adalah firman Allah surat al baqoroh
ayat 228 dan abasa ayat 1-2.
Syeikh Muhammad Abduh
rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya bahwa yang dimaksud dengan derajat
dalam ayat ini adalah kepemimpinan dan melaksanakan kebaikan .
Orang
yang menentang hal ini perlu mendalami bahasa arab supaya mengerti al-Qur’an
dan pola-pola kalimat bahasa arab yangberlaku di lingkungan ahli bahasa arab.
Alasan
ke 2 Surat an Nisa ayat 34 hanya berkaitan dengan kepemimpinan keluarga
Analisis : untuk menguji
logika tersebut perlu kita ketahui bersama dengan pikiran yang logis :
Bila dalam ruang lingkup yang kecil saja
Allah Subhanahu wa Ta’alatelah memberikan hak kekuasaan pada laki-laki lantas
bagaimana dengan perkara yang besar seperti mengatur negara?
Pendapat yang mengatakan ayat itu hanya
membatasi kekuasaan dalam keluarga maka kita perlu tengok kembali para ulama
salaf bahkan ulama sekarang dalam menafsirkan ayat tersebut. Mereka para ulama
memberikan penjelasan bahwa kepemimpinan itu adalah kepemimpinan dalam segala
aspek kehidupan tidak hanya terbatas pada keluarga. Diantara para ulama tafsir
yang berpendapat demikian adalah Syihabuddin al Baghdadi rahimahullah dalam
ruhul ma’ani, imam as Syaukani rahimahullah dalam fathul qodir serta imam
Thobathaba’I rahimahullah dalam tafsir mizan.
Alasan
ke 3 Perempuan dan laki-laki sama sebagai kholifah
Analisis : Kata kholifah
memiliki tiga makna yaitu :
ü
Pengganti, seperti termaktub
dalam surat al baqoroh ayat 30, dan yunus ayat 14.
ü
Nabi, seperti termaktub
dalam shaad ayat 26.
ü Penghuni, seperti termaktub dalam surat al a’raf ayat 129
Alasan
ke 4 Perempuan juga bertanggung jawab membangun pemerintah
Allah Ta’ala berfirman dalam surat at Taubah
ayat 71:
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Alasan
ke 5 Islam memberi hak politik kepada wanita
Allah Ta’ala berfirman dalam
surat As Syuraa ayat 38 :
“Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.”
Analisis
: Hak musyawarah bagi perempuan sebagaimana disebut pada ayat tersebut tidak
sendirinya dapat dijadikan dasar hukum bahwa perempuan juga mempunyai hak
memimpin pemerintah dan negara. Hak seperti ini telah Allah Ta’ala khususkan
bagi laki-laki seperti tersebut dalam uraian point 1 dan 2.
Alasan
ke 6 Al Qur’an mengisahkan adanya kerajaan yang dipimpin oleh seorang wanita
Allah berfirman dalam surat Al Naml ayat 22-23 :
Artinya
: Maka tidak lama kemudian (hudhud) datang, lalu berakata:”Aku telah mengeathui
seseuatu yang tidak engaku ketahui dan aku membawa keapadamu dari negeri saba’
sebuah berita yang benar. Sesungguhnya aku menjumpai seorang perempuan yang
memerintah negeri mereka dan dia diberi segalanya serta mempunyai singgahsana
yang besar.
Analisis
: Bilqis menjadi ratu di negeri Saba’ yang masyarakatnya musyrik. Setelah
Bilqis masuk Islam di hadapan Nabi Sulaiman ‘alaihisalam ia tidak lagi kembali
menjadi ratu di Saba’. Hal ini menunjukan bahwa syariat pada masa Nabi Sulaiman
‘alaihisalam juga tidak membenarkan wanita untuk menjadi pemimpin negara.
Alasan ke7 Redaksi hadits tidak melarang hanya meniadakan
keberuntungan.
Alasan
ke 8 Imam at Thobari dan Malik membolehkan wanita menjadi
hakim/qodli
Ibnu
Tin mengatakan bahwa hadits Abi Bakrah yang dijadikan hujah adalah hanya
sebatas larangan menjadi qodli (hakim). Ini adalah pendapat mayoritas ulama,
tetapi Ibnu Jarir dan mengatakan : Perempuan dibenarkan mengadili
perkara-perkara yang perempuan diterima menjadi saksinya, sebagian pengikut
Maliki membenarkan seorang wanita menjadi qodli secara mutlak.
Alasan
ke 9 Karena keadaan darurat
Ini adalah alasan terakhir
yang mereka lontarkan untuk mendukung pendapat mereka yaitu karena darurat dan
kondisi yang mendesak, sebagaimana kaidah usul fiqh : الضرورة تبيح المحضورات
“Darurat membenarkan semua hal yang tadinya
terlarang”.
Ini
adalah alasan terakhir yang mereka lontarkan untuk mendukung pendapat mereka
yaitu karena darurat dan kondisi yang mendesak, sebagaimana kaidah usul fiqh.
D. Kesimpulan
Terdapat kesepakatan ulama fiqih (ijmak) dari keempat madzhab dan
lainnya, salaf dan kontemporer, bahwa perempuan tidak boleh menduduki jabatan
al-khilafah al-ammah atau al-imamah al-udzma. Namun, ada perbedaan pandangan
tentang definisi kedua istilah ini. Mayoritas memaknai kata al-khilafah
al-ammah atau al-imamah al-udzma sebagai kepala negara yang membawahi wilayah
Islam di seluruh dunia seperti yang terjadi pada zaman empat khalifah pertama (khulafaur
rasyidin), masa khilafah Abbasiyah dan Umayyah. Ulama fiqih klasik umumnya juga
tidak membolehkan perempuan menjadi hakim, kecuali Abu Hanifah, Ibnu Hazm dan
Ibnu Jarir At-Tabari yang membolehkan wanita menduduki posisi apapun. Pandangan
ketiga ulama terakhir ini menjadi salah satu alasan ulama kontemporer atas
bolehnya wanita menjabat posisi apapun asal memenuhi syarat.
Bagi kalangan yang mengharamkan kepala negara wanita, setiap negara
muslim saat ini termasuk dalam kategori al-wilayah al-ammah yang pemimpinnya
disebut al-imamah al-udzma. Oleh karena itu, perempuan tidak boleh menduduki
posisi ini. Bagi ulama yang membolehkan, seperti Tantawi, Yusuf Qardawi dan Ali
Jumah, masing-masing negara yang ada saat ini adalah salah satu bagian wilayah
alias al-wilayah al-khassah – bukan al-wilayah al-ammah — dan karena itu boleh dipimpin oleh perempuan
termasuk posisi jabatan lain yang berada di bawahnya seperti hakim, menteri,
gubernur, DPR, dan lain-lain.
Di antara kedua pendapat di atas, ada pandangan yang ekstrim yang
menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menduduki posisi jabatan apapun yang
membawahi laki-laki dengan argumen QS An-Nisa 4:34 dan hadits Abu Bakrah.
Pendapat ini berasal dari ulama Wahabi Arab Saudi dan didukung oleh hampir
semua kalangan yang pro dengan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin
Ali bin Hajar al Asqolani, Bulughul Marom Kitabul Qodo, Berut, Darur
Fikr 2001.
Abi Abdillah
Abdus Salam. Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Marom. Juz IV, Maktabah
Darul Fikr Bairut Lebanon.
Qadri Azizi, Elektisisme Hukum Nasional,
Kompetisi antara Hukum Nasional dan Hukum Umum. Cet. I, Yogyakarta, Gama
Media, 2002.
Taqiyuddin Abil Fath, Ikhkamul Akhkam,
Kitabul Aiman wan-Nadar, Berut, Darul Alamiyyah, 2005.
Yusuf Al
Qardhawi, Meluruskan Dikotomi Agama
& Politik “Bantahan Tuntas Terhadap Sekularisme dan Liberalisme”,
Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2008.
[1] Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqolani, Bulughul Marom
Kitabul Qodo, Berut, Darur Fikr 2001, hlm.245.
[2] Taqiyuddin
Abil Fath, Ikhkamul Akhkam, Kitabul Aiman wan-Nadar, Berut, Darul
Alamiyyah,2008 hlm. 139.
[3] Abi Abdillah Abdus Salam. Ibanatul
Ahkam Syarah Bulughul Marom. Juz IV Hal : 274 Maktabah Darul Fikr Bairut
Lebanon.
[4] Qadri
Azizi, Elektisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara Hukum Nasional dan Hukum
Umum. Cet. I, Yogyakarta, Gama Media, 2002, hlm. 37.
[5] Yusuf Al
Qardhawi, Meluruskan Dikotomi Agama
& Politik “Bantahan Tuntas Terhadap Sekularisme dan Liberalisme”,
Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2008, hlm
126.
[6] Menjabat sebagai Mufti Besar Mesir pada tahun
1986-1996, menjadi Imam Masjid Al-Azhar dan
Syeikh Al-Azhar pada 1996.
[7] Fatwa Qardawi pada suatu program “Fiqh
al-Hayat” yang diadakan tanggal 29 Agustus 2009. Fatwa serupa juga ditulis di
kitabnya Fatawa Muashirah. Juga dimuat di situs resminya: http://goo.gl/P3k8Nt
[8] Mufti Besar Mesir sejak 2013 sampai saat ini
(2013).
[9] Qardawi, Op.Cit
assalamualaykum, kak saya mau tanya, hadis bukhori yang paling awal, rujukannya apa ya?
ReplyDeleteassalamualaikum ka, saya mau bertanya terkait dengan persoalan kepemimpinan wanita ini, jadi begini,.
ReplyDeletewanita jika dilihat dari kedudukannya terlepas dari masalah dia sebagai pemimpin tentu mempunyai derajat yang sama, akan tetapi kemudian hal ini berbenturan dengan syariat agama,
لله صلي الله عليه وسلم أَيَّامَ الْجَمَلِ لَمَّا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ اهل فَارِس قد مَلَّكُوا عليهم بنت كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَة (رواه البخاري)[1]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Al Haitsam telah menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Abu Bakroh mengatakan : Allah memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang aku dengar dari Rasulullah SAW pada hari perang jamal, setelah aku hampir membenarkan mereka Ashabul Jamal dan berperang bersama mereka, ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, beliau bersabda: Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita. " ( HR. Al Bukhori )
kemudian terkait dengan hadis diatas, apakah hadis ini bersifat temporal dan lokal atau tidak?.
sukronn..
wassalam...
This is how my buddy Wesley Virgin's autobiography launches with this SHOCKING and controversial VIDEO.
ReplyDeleteAs a matter of fact, Wesley was in the army-and soon after leaving-he revealed hidden, "self mind control" secrets that the CIA and others used to get anything they want.
THESE are the same secrets lots of celebrities (notably those who "come out of nothing") and the greatest business people used to become wealthy and famous.
You probably know that you utilize only 10% of your brain.
That's really because the majority of your BRAINPOWER is UNCONSCIOUS.
Perhaps this conversation has even occurred INSIDE your own mind... as it did in my good friend Wesley Virgin's mind around seven years ago, while driving a non-registered, beat-up garbage bucket of a car without a driver's license and $3 in his pocket.
"I'm very frustrated with going through life paycheck to paycheck! Why can't I turn myself successful?"
You've been a part of those those thoughts, ain't it right?
Your success story is going to be written. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.
Learn How To Become A MILLIONAIRE Fast
If you're trying hard to lose kilograms then you need to get on this brand new personalized keto diet.
ReplyDeleteTo create this keto diet, licensed nutritionists, personal trainers, and professional chefs united to develop keto meal plans that are useful, painless, money-efficient, and delicious.
Since their launch in 2019, hundreds of individuals have already remodeled their body and health with the benefits a smart keto diet can offer.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-confirmed ones offered by the keto diet.